Bencana kebakaran hutan dan lahan seluas 2,1 juta Ha di tahun 2015 memberikan pelajaran tersendiri bagi Bangsa Indonesia. Selain melumpuhkan sendi-sendi perekonomian warga sekitar, kebakaran hutan dan lahan juga menimbulkan bencana asap yang sangat membahayakan kesehatan dan mengganggu hubungan regional dengan negara-negara tetangga. Belajar dari pengalaman tahun lalu Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) sebuah organisasi nirlaba yang mewadahi keberadaan perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di hutan alam maupun di hutan tanaman tidak tinggal diam. Sejalan dengan visi dan misi UGM sebagai Universitas Kerakyatan yang sangat peduli terhadap permasalahan bangsa, UGM dan APHI bersama-sama menyusun langkah-langkah strategis untuk menanggulangi bencana kebakaran hutan. Komitmen tersebut dituangkan dalam MoU yang ditandatangani pada tanggal 15 Juli 2016 di Ruang Sidang Pimpinan UGM.
Dalam sambutannya Ketua Umum APHI, Letjen (Purn) Sugiono menyampaikan APHI telah melakukan konsolidasi dengan anggotanya untuk mencegah terjadinya kebakaran di tahun-tahun mendatang. Langkah-langkah yang telah dilakukan APHI adalah menyiapkan sistem tanggap dini kebakaran hutan dan lahan, upaya perbaikan tata kelola lahan gambut, pemenuhan sarana prasarana pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pemberdayaan masyarakat dan penguatan koordinasi dengan Tim Satgas baik di pusat maupun di daerah. Beliau juga menyampaikan penguatan sosial sangat diperlukan untuk mendukung perbaikan tata kelola lahan gambut di areal kerja izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) dan sekitarnya. Penguatan sosial sangat membutuhkan dukungan masyarakat sekitar.
Dalam sambutannya Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D menyampaikan latar belakang UGM mencetuskan konsep tentang penguatan sosial adalah berawal dari konsep sosio entrepreneur university yang dibangun UGM. Bagaimana pendidikan, hasil penelitian, dan kegiatan pengabdian masyarakat dapat menggerak roda perekonomian masyarakat Indonesia untuk mewujudkan suatu perabadan yang lebih baik. Sebenarnya studi tentang gambut sudah dilakukan oleh UGM sejak tahun 80-an. UGM juga berkontribusi besar dalam pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG). Tetapi para pakar menyadari bahwa penanganan kebakaran hutan dan lahan gambut memerlukan penanganan yang muldimensional. Selain aspek teknis, aspek hidrologis, aspek legal, aspek sosial ekonomi dan aspek sosial budaya juga sangat penting. Salah satu langkah konkret yang telah dilakukan UGM adalah menerjukan KKN Tematik ke daerah-daerah rawan bencana kebakaran hutan dan lahan gambut, melakukan pendampingan terhadap warga masyarakat akan bahaya membakar hutan dan lahan. UGM akan mendukung sepenuhnya program APHI untuk melakukan penguatan sosial guna mempercepat pemulihan lahangambut.
Dalam kerja sama ini UGM berperan memfasilitasi proses penyiapan konsep penguatan sosial, penyiapan pilot project, pelaksanaan pemetaan sosial partisipatif, penyusunan desain penguatan sosial, pelaksanaan pendampingan masyarakat, penguatan komunikasi dan partisipasi para aktor serta melakukan monitoring dan evaluasi. APHI berperan memfasilitasi dan mewakili komunikasi para anggotanya dengan UGM serta mengkoordinasikan pelaksanaan kerja sama di lingkup areal kerja para anggotanya. Para pihak diharapkan berperan aktif untuk segera merealisasikan kerja samainikedalamlangkah-langkahyanglebihkonkret.