Universitas Gadjah Mada (UGM) menyerahkan Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Minyak dan Gas (RUU Migas) kepada Komisi VII DPR RI. Draf naskah akademik tersebut berisikan sejumlah masukan dan rekomendasi kepada pemerintah dan DPR atas revisi RUU No.22 Tahun 2001 yang sebagian pasal pokoknya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan UUD 1945.
Naskah akademik dan draf RUU Migas diserahkan secara langsung oleh Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM, Dr. Paripurna, S.H., L.L.M., kepada Ketua Komisi VII DPR RI, H. Gus Irawan Passaribu, S.E., Ak., M.M., C.A. Penyerahan dilakukan bersamaan saat kunjungan kerja spesifik komisi VII DPR RI dalam rangka FGD terkait masukan RUU Migas, Kamis (1/12) di Ruang Multimedia UGM.
Dr. Paripurna, S.H., L.L.M menyampaikan penyusunan draf naskah akademik dilakukan karena UGM ingin memberikan sumbangan kepada bangsa terkait sejumlah isu strategis di bidang migas. Menurutnya, kehadiran UU Migas baru yang sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 sangat dinantikan. Pasalnya, beberapa pasal dalam Undang-Undang (UU) No. 22/2001 tentang Migas tidak sesuai dengan amanah UUD 1945 sehingga perubahan terhadap UU Migas perlu segera dilakukan.
Mahkamah Konstitusi melalui putusannya atas Perkara Nomor 002/PUU-I/2003 tanggal 21 Desember 2004 Pengujian Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 juga telah menyatakan 3 ayat dalam 2 pasal dalam UU Migas bertentangan dengan UUD Negara RI tahun 1945. Perlunya perubahan secara menyeluruh dan mendasar secara tersirat juga disampaikan oleh MK dalam pertimbangan putusannya. Beberapa pasal atau ayat yang dibatalkan oleh MK merupakan norma hukum yang sangat berkaitan dengan keseluruhan isi undang-undang, sehingga perubahan UU Migas tidak dapat dilakukan secara parsial dan formalistik namun harus dilakukan secara komprehensif.
Di samping itu, juga telah ada Putusan MK Nomor 20/PUU-V/2007 Pengujian UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas yang diajukan oleh 8 Anggota DPR RI periode 2004-2009. Walaupun uji materi tersebut diputuskan oleh MK tidak dapat diterima karena pengaju/pemohon yang notabene Anggota DPR tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing), namun hal ini semakin menambah alasan bahwa UU Migas perlu diganti secara komprehensif.
Dr. Paripurna, S.H., L.L.M juga menyampaikan rasa terima kasih kepada rombongan Komisi VII DPR RI yang telah berkunjung ke UGM untuk menggali masukan terkait revisi RUU Migas. Beliau berharap, melalui diskusi dalam kunjungan kerja spesifik ini dapat dihasilkan lebih banyak masukan untuk tata kelola migas yang membawa kebaikan dan manfaat bagi bangsa Indonesia.
Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Passaribu, mengatakan kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI ke UGM merupakan salah satu agenda dalam fungsi legislasi untuk memperoleh masukan dari para akademisi dan peneliti UGM terkait penyusunan draf RUU Migas yang sedang dilakukan di Komisi VII DPR RI. Harapannya, dari kegiatan ini diperoleh bahan masukan untuk finalisasi penyusunan draf RUU Migas baik dari aspek teknis substansi maupun aspek legal.
“RUU Migas ini seharusnya sudah bisa selesai periode 2009-2014, tetapi sampai sekarang belum bisa diselesaikan. Oleh sebab itu, perubahan UU Migas menjadi prioritas dalam program legislasi nasional (prolegnas) periode 2014-2019,” urainya. Gus menegaskan bahwa pembahasan RUU Migas ini butuh segera diselesaikan. Karenanya, Komisi VII DPR RI berupaya melakukan jemput bola guna mencari masukan, termasuk ke UGM dengan harapan RUU ini bisa segera diselesaikan. “Untuk itu kami sangat menantikan dukungan dari berbagai pihak termasuk dari akademisi dan peneliti UGM dalam upaya mempercepat penyelesaian RUU Migas ini,” tandasnya.