PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) ajak Universitas Gadjah Mada menjalin kerja sama dalam mendorong proses alih teknologi pengembangan industri berbasis nikel di kawasan Morowali, Sulawesi Tengah. Saat ini, kawasan industri nikel ini mempekerjakan 33 ribu orang yang diperkirakan meningkat menjadi 80 ribu tenaga kerja pada tahun 2023.
Awal jalinan kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan Kerja Sama Penguatan Alih Teknologi ini dilakukan oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., dengan Direktur Pengembangan PT IMIP, Dedi Mulyadi, Rabu (12/5) di Gedung Pusat UGM. Adapun ruang lingkup kerja sama meliputi bidang pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan pengembangan sumber daya.
Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, mengapresiasi terlaksananya kerja sama tersebut yang bisa memberikan manfaat lebih besar bagi kedua belah pihak. “Mudah-mudahan UGM melalui beberapa fakultas dan pusat studi dapat mengimplementasikan kerja sama yang ditandatangani dengan diisi berbagai kegiatan yang bisa menyasar kebutuhan industri,” katanya.
Sehubungan dengan kerja sama pengembangan sumber daya, kata Rektor, diharapkan nantinya akan banyak lulusan dari UGM yang akan berminat bekerja di perusahaan tersebut. “Terkait kebutuhan tenaga kerja, kita harapkan banyak alumni terbaik kita masuk ke industri ini,” ujarnya.
Direktur Pengembangan PT. Indonesia Morowali Industrial Park, Dedi Mulyadi, mengatakan kerja sama ini merupakan bagian dari rencana proses alih teknologi untuk menggantikan tenaga kerja asing yang ada di industri tersebut. “Kita berharap tenaga kerja yang bekemampuan bisa mengganti mereka, visi kita ke depan bahwa teknologi smelter itu harus kita kuasai, sebagai anak bangsa agar tidak menjadi penonton di negeri sendiri,”ujarnya.
Ia menyampaikan informasi bahwa di kawasan industri nikel di Morowali ini lebih banyak dilakukan oleh perusahaan dari Tiongkok yang banyak menguasai teknologi pengolahan nikel. Namun begitu, perusahaan dari negeri tirai bambu tersebut tetap terbuka dalam melakukan kerja sama proses alih teknologi. “Tiongkok relatif lebih terbuka, kesempatan bagi anak bangsa mengembangkan teknologi sehingga kita memperkuat sekolah di Morowali agar putra daerah bisa masuk ke politeknik yang sudah kita dirikan,” katanya.
Soal kebutuhan tenaga kerja, ia juga akan menggandeng UGM dalam pengembangan pendidikan politeknik di Morowali untuk memasok tenaga kerja yang berkualitas. Ia memperkirakan kebutuhan tenaga kerja hingga akhir tahun ini mencapai 40 ribu dan akan meningkat menjadi lebih dari 80 ribu seiring banyaknya pabrik smelter yang sudah dibangun. “Produksi kita mencapai 3 juta ton per tahun dengan nilai ekspor mencapai 5 miliar dolar Amerika,” katanya.