Sabtu,22/06/2019 di Hotel Mexsoli Kebumen diselenggarakan Silaturahmi dan Dialog Kebangsaan dengan tema “Menegakan Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” yang diselenggarakan Universitas Maarif Nahdlatul Ulama Kebumen. Pada kesempatan itu pula juga dilaksanakan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara UMNU Kebumen Universitas Gadjah Mada. Kerja sama yang akan dijalin antara kedua belah pihak yakni di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dialog dihadiri lebih 300 orang. Hadir 3 narasumber, yaitu Brigjen TNI Gatot Setyo Utomo (Wa-Aster Kasad), Prof. Ir Panut Mulyono M.Eng, Ph.D (Rektor UGM), & Hanief Saha Ghafur (Ketua PBNU/Dosen SKSG-UI).
Ketua PBNU dalam paparannya menyampaikan, kita sangat butuh mutu dan karakter untuk bangsa ini ke depan. Bukan semata penting, tetapi sudah mendesak. Pembangunan karakter bangsa dan revolusi mental bukan suatu hal baru. Tapi, Presiden Soekarno sudah mencanangkan itu 70-an tahun yang lalu. Tujuannya adalah untuk membangun peradaban dan kemajuan bangsa.
Gunnar Myrdal (peraih nobel ekonomi) dalam bukunya Asian Drama (drama-drama di Asia) membuat 2 katagori bangsa, yaitu hard nations dan soft nations. Myrdal melihat 2 kategori ini dari segi karakternya. Menurut Myrdal, ada bangsa-bangsa di dunia yang berperadaban maju, unggul di bidang IPTEK, dan kuat di bidang ekonomi. Begitu pula sebaliknya ada bangsa-bangsa yang miskin, terbelakang, selalu didera krisis, konflik, dan perang, tak putus dirundung malang, bahkan ambruk dan bangkrut. Semua itu kata Myrdal tak lepas dari fondasi karakternya.
Menurut Ketua PBNU bidang Pendidikan setidaknya ada 3 masalah pendidikan karakter di Indonesia yg perlu dibenahi, yaitu masalah kebijakan, masalah materi, dan masalah organisasi dan institusionalisasi. Masalah manajemen kebijakan dan para pemangkunya. Masing-masing masih berjalan sendiri-sendiri. Ada Kementerian Pertahanan dengan bela negara, Lemhannas dengan KRA, Suspadnas, MPR dengan 4 pilar kebangsaan, BPIP dengan suluh kebangsaan. Juga masih ada banyak versi, seperti versi Kemdikbud, Kemristekdikti, Kemenag, Kemenpora, dan sebagainya. Masing-masing mengembangkan kebijakan pendidikan karakter yang masih bersifat tambal sulam (incremental) dan sepotong-potong (ad hoc), dan belum terkoordinasi satu dengan yang lain.
Masalah materi (konten pembelajaran) dan metodenya juga masing-masing masih melakukan dengan visi dan wawasannya sendiri. Belum ada sinkronisasi satu dengan yang lain. Konten yang dikembangkan harus sinkron dan nyambung antara instansi satu dengan yang lain. Tentu dengan visi dan wawasan dasar yang sama NKRI.
Begitu pula konten materi pendidikan karakter kita masih belum berkarakter dan perlu dikarakterisasi ulang agar betul-betul melahirkan manusia Indonesia dengan semangat dan etos baru, dapat mengangkat keunggulan mutu, & membawa kemajuan masa depan bangsa. “Modal baik saja tidak cukup. Cukup baik itu tidak cukup baik. Manusia Indonesia perlu berubah dari dari sekedar baik menjadi manusia hebat dgn karakter unggul”, tutur Rektor UGM.