Universitas Gadjah Mada (UGM) menandatangani perjanjian kerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tentang Pemasangan Instrumentasi Peringatan Dini Bencana Longsor Tahun Anggaran 2018. Penandatangan dilaksanakan di Ruang Sidang Pimpinan, Gedung Pusat UGM Lantai 2 Sayap Utara, Kamis, 5/4/2018.
Dalam penandatangan ini UGM dilakukan oleh Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni Dr. Paripurna, S.H., M.Hum., LL.M, dan dari pihak BNPB dilakukan oleh Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Ir. Bernardus Wisnu Widjaja, M.Sc..
Tujuan dari perjanjian kerja sama ini adalah untuk pemasangan sistem peringatan dini (early warning system) di lokasi rawan bencana longsor pada daerah pariwisata, yang meliputi Kabupaten Tidore Kepulauan, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kota Kendari, Kabupaten Buton, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Bima, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Demak, Kota Semarang, Kabupaten Bogor, Kota Cilegon, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Muko Muko, Kabupaten Kepulauan Mentawai, dan Kota Sibolga serta untuk meningkatan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat di daerah rawan bencana longsor untuk membentuk desa tangguh bencana.
Dalam kerja sama ini para pihak sepakat untuk menerapkan teknologi peringatan dini bencana longsor dengan pemasangan sistem peringatan dini bencana longsor berbasis curah hujan dan kondisi geologi setempat, untuk meminimalkan dampak korban jiwa dan kerugian harta benda akibat bencana tanah longsor.
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB dalam sambutannya menyampaikan rasa terima kasihnya kepada UGM karena senantiasa memberikan dukungan untuk menghasilkan karya-karya dalam pengelolaan bencana selama 11 tahun terakhir atau semenjak tahun 2017. “Dalam menyikapi kondisi negara yang senantiasa dianggap sebagai supermarket bencana, kita seharusnya berpikir ulang bahwa inilah laboratorium bencana dan kita harus bisa memanfaatkan”, ujarnya. Agar terus unggul di bidang pengelolaan kebencanaan, kata Wisnu Widjaja, para ilmuwan termasuk di UGM diharapkan tidak hanya mengandalkan hard science, namun juga kuat di social science. Keduanya digarap bersamaan dengan harapan Indonesia bisa terus memimpin.
Sebagai laboratorium bencana dan unggul dalam pengelolaan bencana, menurut Wisnu Widjaja, orang asing yang masuk ke Indonesia bisa belajar. Pemberian ISO 22327 di bidang tanah longsor menjadi bukti dan Indonesia nomor satu untuk bidang ini. Para ahli gunung di Jepang pun mengakui sistem untuk emergency management di Indonesia dinilai lebih kuat dibanding Jepang. Oleh karena itu Indonesia seharusnya lebih percaya diri dan ini tentu menjadi peluang bagi peneliti agar prospek dan peluangnya lebih bisa di tingkatkan lagi, “ujar Wisnu.
Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM, Dr. Paripurna, S.H., M.Hum., LL.M. dalam sambutannya menyampaikan bahwa UGM merasa senang bisa bekerja sama dengan BNPB karena dari sini UGM bisa mengembangkan early warning system hingga ke level dunia dan mendapat pengakuan dari ISO. Hal ini tentu menjadi sesuatu yang membanggakan sekaligus memperteguh kepercayaan diri. “Kemajuan inovasi maupun teknologi bisa cepat berkembang kalau kita bekerja sama, baik dengan pemerintah maupun dunia industri, masyarakat”, katanya.