Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama dengan Mahkamah Konstitusi (MK), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menandatangani deklarasi anti korupsi. Pakta integritas deklarasi anti korupsi ditandatangani oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng. D.Eng., IPU, Wakil Ketua MK, Aswanto, Ketua KPK, Agus Rahardjo, dan Sekretaris Jenderal MPR, Ma’ruf Cahyono. Didampingi oleh Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, dan disaksikan ratusan penyelenggara negara, aparat penegak hukum, sivitas akademika, dan mahasiswa.
Rektor UGM menyampaikan sebagai kampus dengan jati diri sebagai universitas nasional, universitas perjuangan, universitas Pancasila, universitas kerakyatan, dan universitas pusat kebudayaan, UGM menyambut baik penyelenggaraan acara ini. Rektor UGM menyebutkan bahwa tidak ada satupun negara di dunia yang dapat maju tanpa memiliki landasan hukum yang prima, menjunjung tinggi keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Acara penandatanganan deklarasi anti korupsi tersebut merupakan rangkaian penyelenggaraan Festival Konstitusi dan Anti Korupsi Tahun 2019. Kegiatan yang mengambil tema “Ukirkan Jejak integritasmu! Wujudkan Sadar Konstitusi Dan Budaya Anti-Korupsi” tersebut dilaksanakan pada Selasa – Rabu (10-11/9/2019) di Grha Sabha Pramana UGM.
Kegiatan ini digelar guna memastikan bahwa generasi muda sudah memiliki modal untuk dititipi masa depan bangsa ini, terutama untuk menegakkan konstitusi sebagai salah satu kewajiban warga negara dan turut berjibaku dalam pemberantasan korupsi, sebagai warga bangsa yang bermoral dan peduli bangsa. Untuk itu, MK, MPR, KPK, dan UGM sebagai elemen bangsa yang berkait langsung dengan ikhtiar penegakan konstitusi dan pemberantasan korupsi, merasa perlu untuk memberikan pandangan dan pemikiran dari perspektif masing-masing mengenai hal tersebut. Lembaga-lembaga tersebut sangat berkepentingan untuk menberikan pesan teladan, himbauan, serat mengajak seluruh warga negara, dalam hal ini generasi muda, untuk bersama-sama mengukir jejak integritas pada peran dan posisi masing-masing, sebagai bukti kontribusi dalam penegakan konstitusi dan pemberantasan korupsi.
Sebagai rangkaian kegiatan pada hari pertama, digelar diskusi panel dan forum group discussion. MK bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menggelar Diskusi Panel dengan tajuk “Responsivitas Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam Akselerasi Pembangunan Nasional”. Dalam kesempatan tersebut, hadir sebagai pembicara, di antaranya Ketua Pusat APHTN-HAN Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U., Hakim Konstitusi, Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah, serta Dosen Ilmu Hukum Tata Negara UGM Andi Omara.
Dalam pemaparannya, Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U. membuka forum dengan mengetengahkan isu mengenai keluhan Presiden Joko Widodo bahwa regulasi yang ada di Indonesia dinilai menghambat kinerja pemerintahan dalam membangun negara. Keluhan ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo ketika membuka Konferensi Hukum Tata Negara ke-6 yang berlangsung pada Senin, 2 September 2019 silam. “Presiden mengeluhkan bahwa hukum menghambat. Mau berbuat ini salah secara hukum, mau berbuat ini tidak boleh oleh peraturan ini. Kemudian, pemerintah pusat sudah oke, pemerintah daerah tidak bisa. Lantas, bagaimana respon hukum tata negara dan hukum administrasi negara terhadap hal ini bagaimana Pemerintah bekerja cepat tanpa terbelenggu aturan hukum?” ungkapnya. Beliau membenarkan adanya hambatan hukum tersebut yang menurutnya terjadi sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mahfud mencontohkan ketika Alwi Shihab selaku utusan khusus untuk negara timur tengah dan OKI melakukan pertemuan dan mendapatkan investasi ratusan juta dollar. Kala itu, lanjutnya, SBY maupun Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden sudah menyetujui investasi tersebut.
Sementara itu, Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., menyebut hukum tata negara dan hukum administrasi negara merupakan hukum dasar yang harus tertanam kuat. Kelemahan sistem hukum ini berimplikasi pada sektor ekonomi. Ia mencontohkan dari laporan investasi banyak melaporkan bahwa Indonesia bermasalah dengan regulasi sehingga investor enggan menanamkan modal. Hal ini berdampak pada terhambatnya perekonomian negara.
Selanjutnya, Sekjen MK, M. Guntur Hamzah, menyampaikan materi mengenai “Pembangunan Hukum di Era Revolusi Industri 4.0”. Ia menyampaikan hal ini sesuai dengan teori dari L.A Gelhoed mengenai empowering state, yakni upaya peningkatan dan pemberdayaan masyarakat oleh good governance. “Negara punya kewajiban menyejahterakan rakyatnya, namun masyarakat juga mengambil alih langsung menyejahterakan dirinya,” ujarnya.
Sedangkan dalam kegiatan diskusi panel hadir sejumlah narasumber, di antaranya Anggota Dewan Etik Konstitusi Ahmad Syafi’i Ma’arif, Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Benny Susetyo, Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara UII Ni’matul Huda, serta Guru Besar FH UGM Sigit Riyanto. Selain diskusi panel dan FGD, Festival Konstitusi dan Antikorupsi 2019 juga berisi kegiatan pameran dan temuwicara (talkshow). Temuwicara bertajuk “Ukirkan Jejak integritasmu! Wujudkan Sadar Konstitusi dan Budaya Antikorupsi” akan diisi oleh Ketua MK Anwar Usman, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua KPK Agus Rahardjo, dan Rektor UGM Panut Mulyono. Kegiatan tersebut akan digelar di Grha Sabha Pramana UGM pada Rabu, 11 September 2019 pukul 08.30 – 12.00 WIB.